Jumat, 16 Januari 2009

KONTROVERSI DIVESTASI BCA (sebuah catatan kelam atas pengambilan kebijakan yang jelas-jelas salah)

Divestasi BCA yang dilakukan Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang diarsiteki Meneg BUMN Laksamana Sukardi memang meninggalkan berbagai kontroversi. Namun, dari sekian kontroversi yang dibuat, divestasi BCA merupakan the biggest controversy. Mengapa demikian? Ini mengingat, jika dibandingkan dengan berbagai kontroversi yang telah dilakukan pemerintah, maka divestasi BCA sama sekali tidak memiliki argumentasi yang kuat, baik dari sisi manapun.
Dalam rencana divestasi 51% saham BCA, pemerintah hanya menargetkan dana sekitar Rp 5 triliun. Meski hanya merupakan angka target, jelas sinyal ini akan dibaca oleh para bidder sebagai real value dari BCA. Sehingga, dapat diperkirakan bahwa para bidder akan mengajukan penawaran tidak akan jauh dari angka Rp 5 triliun.
Angka ini, jelas angka yang sangat rendah. Dana rekapitalisasi BCA mencapai Rp 60 triliun. Mengacu UU Propenas, recovery aset seharusnya 70%. Itu berarti, paling tidak pemerintah harus mendapatkan dana sekitar Rp 42 triliun. Dari transaksi ini saja, pemerintah telah mengalami kerugian sekitar Rp 37 triliun.
Padahal, di samping kerugian tersebut, pemerintah masih harus mengeluarkan cost lain sehubungan dengan BCA ini. Misalnya, pemerintah telah mengeluarkan dana BLBI sebesar Rp 52,59 triliun dan baru dibayar Rp 15,62 triliun sekitar 3,5 tahun. Padahal, dalam skema PKPS, Salim diwajibkan melunasi BLBI tersebut dalam waktu 4 tahun. Jelas, ini merupakan kerugian bagi negara.
Kemudian, setelah mendapatkan dana Rp 5 triliun, ternyata juga pemerintah masih harus mengeluarkan biaya bunga obligasi rekap. Perlu diketahui, portofolio obligasi pemerintah sebesar Rp 60 triliun di BCA belum dikurangi. Dengan demikian, pemerintah masih harus mengeluarkan biaya bunga obligasi rekap yang dibayar oleh APBN. Katakanlah bunga obligasi itu 1% per bulan (12% setahun). Angka ini adalah angka konservatif, karena suku bunga SBI kini 17,50%. Itu artinya, setiap tahun pemerintah harus menyetor kepada pemilik baru BCA sebesar Rp 7,5 triliun. Dihitung dari 12% dikalikan Rp 60 triliun.
Angka ini masih bisa berubah, jika suku bunga SBI mengalami fluktuasi. Ini mengingat, tidak kurang Rp 57 triliun obligasi rekap BCA (dari total Rp 60 triliun) merupakan obligasi variable rate yang suku bunganya sangat tergantung dari fluktuasi suku bunga SBI.
Apa makna ini? Itu artinya, sama saja kita memberikan BCA secara cuma-cuma kepada pemilik baru (asing atau lokal). Karena, kita hanya dapat Rp 5 triliun, tapi setiap tahun kita masih bayar Rp 7,2 triliun. Bahkan, tidak hanya gratis, kita juga mensubsidi BCA yang bukan lagi merupakan bank pemerintah tersebut.
Pada dasarnya, jika BPPN tidak berorientasi mengejar target APBN, BPPN sesungguhnya bisa lebih kreatif untuk mengurangi kerugian ini. Misalnya, BPPN bisa menukar lebih dulu obligasi yang dimiliki BCA dengan kredit yang telah direstrukturisasi. Namun sayang, prestasi BPPN dalam merestrukturisasi kredit, juga masih minim. Penulis, tidak habis berfikir, mengapa pemerintah mendahulukan divestasi yang efeknya sesaat, ketimbang mengambil langkah strategis dengan menukar obligasi dengan kredit yang telah direstrukturisasi?
Oleh sebab itu, paket yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum proses divestasi adalah pertukaran obligasi pemerintah dengan kredit yang sudah disehatkan (loan-bond swap). Dengan mekanisme semacam ini, besaran obligasi pemerintah tidak akan besar lagi, sehingga tidak membebani keuangan pemerintah. Persoalan inilah sebenarnya yang harus diselesaikan terlebih dahulu dan perlu mendapatkan prioritas lebih serius sebelum divestasi BCA.
Kejanggalan lain dari proses divestasi BCA ini adalah proses penentuan final bidder BCA. Sebagaimana diketahui, batas akhir penyerahan angka penawaran oleh bidder kepada BPPN adalah 28 Januari 2002. Namun, hingga tanggal tersebut keempat final bidder yang telah ditetapkan BPPN - yaitu konsorsium Farralon Capital, Standard Chartered, Bank Mega, dan GKBI- ternyata belum menyerahkan berkas data secara lengkap kepada BI selaku pelaksana fit and proper test. Kondisi ini jelas akan menyulitkan bagi BI untuk melakukan fit and proper test.
BI misalnya, harus menyelidiki siapa-siapa di belakang para konsorsium bidder tersebut. Kemudian, BI juga harus menyelidiki bagaimana track record dari para bidder. BI juga harus menyelidiki asal dana yang akan digunakan untuk membeli BCA. Semua itu, harus dapat dipastikan oleh BI. Ini mengingat, telah ada rule of game yang mensyaratkan agar misalnya, pemilik lama (Salim) tidak ikut masuk kembali ke BCA.
Demikian juga, dana yang dipergunakan untuk membeli BCA tidak diperkenankan berasal dari pinjaman. Para bidder juga disyaratkan memiliki track record yang baik, dalam arti tidak termasuk dalam daftar orang tercela (DOT). Nah, kalau semua data-data tidak bisa dilengkapi, bagaimana mungkin BI bisa secara detail mengetahui ada tidaknya hal-hal tersebut?
Tampaknya, terdapat keterburu-buruan dari proses penentuan final bidder oleh BPPN. Sepertinya, bagi BPPN, yang dipentingkan adalah uang masuk. Siapa yang membeli dan darimana sumber dananya tidak menjadi masalah. Padahal, dari pihak BI mengaku bahwa paling tidak, waktu yang diperlukan untuk melakukan fit and proper test adalah 30 hari.
Jika kita mau jujur, maka Bank BCA sampai sekarang masih saja terus menyusu pada induknya (pemerintah). BCA yang konon dikatakan sudah sehat ini, ternyata masih mengandalkan pendapatannya dari kegiatan di luar kehidupan perbankan yang normal. Industri bank yang normal, selayaknya mengandalkan pendapatan dari bunga kredit.
BCA memang telah meraih untung. Laba bersih pertahun sudah triliunan rupiah. Namun, sesungguhnya, jika tidak tertolong revenue dari bunga obligasi rekap dan bunga SBI, secara operasional BCA masih merugi. Bank BCA akhirnya merupakan bank yang kenyang revenue dari pemerintah dan BI. Artinya bahwa, laba BCA hanya berasal dari subsidi dari pemerintah dan BI.
Nah, apabila BCA yang masih menikmati berbagai previlege semacam itu dilepas tanpa melepas embel-embel hak istimewanya, maka jelas negara yang akan dirugikan. Oleh sebab itu, hal yang semestinya dilakukan sebelum proses divestasi BCA adalah menukar obligasi rekap terlebih dahulu dengan kredit yang sudah direstrukturisasi BPPN.
Nasi sudah menjadi bubur, negara telah dirugikan ratusan triliun dan ujung ujungnya rakyat juga yang jadi korban dari ambisi penguasa yang tidak punya visi dan misi kedepan. Hanya satu yang harus dilakukan, Pemerintahan SBY – JK dalam sisa waktu yang ada harus menuntaskan kasus BLBI dan OBLIGASI REKAP yang jelas merugikan negara dan rakyat, seret seluruh pejabat dan obligor yang terlibat ke Pengadilan, kalau perlu mereka harus DIHUKUM MATI akar kedepan pengelolaan negara tidak main-main dan aparatur negara akan lebih bersungguh sungguh dalam mengemban amanat rakyat. Tegakkan hukum jangan pandang bulu. I love My Country.

BISAKAH OBLIGASI REKAP DIHAPUS ??

Obligasi rekap telah dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia pada akhir tahun 1990-an, untuk mengatasi kekurangan modal bank-bank milik pemerintah sebesar Rp 750 triliiun. Hal itu ternyata telah membawa kenestapaan bagi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) kita hingga saat ini. Mengapa? Ketika obligasi rekap diterbitkan, wujudnya adalah kertas utang yang bertuliskan I owe you (IOY). Artinya, saya (pemerintah) meminjam kepada Anda. Pinjaman itu semula Rp 750 triliun, tetapi tidak ada uang tunai yang masuk ke kas negara. Yang ada cuma kertasnya saja (obligasi rekap) yang diserahkan kepada bank-bank milik pemerintah itu. Untuk itu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan aturan bahwa obligasi rekap itu dianggap sama dengan penyetoran uang tunai.
Jadi, secara pembukuannya modal bank yang bersangkutan bertambah (walaupun cuma di atas kertas saja), sementara di lain pihak bank yang bersangkutan memiliki tagihan kepada pemerintah senilai obligasi rekap tersebut. Untuk itu bank yang bersangkutan akan menerima penghasilan tetap berupa bunga obligasi setiap tahunnya.Untuk lebih jelasnya, misalnya Bank A adalah bank milik pemerintah yang sedang kekurangan modal sebesar Rp 100 miliar. Lalu pemerintah memberi suntikan obligasi rekap pada bank tersebut. Pada kenyataannya itu hanyalah surat atau kertas obligasi rekap senilai Rp 100 miliar, dengan bunga katakanlah 10 persen per tahun. Maka di buku Bank A itu, dicatat modal bertambah dengan Rp 100 miliar, dan di lain pihak tagihan kepada pemerintah dicatat dalam jumlah yang sama. Pemerintah tidak mengeluarkan uang tunai sepeser pun, tetapi berkewajiban membayar bunga obligasi sebesar Rp 10 miliar per tahun.
Jadi pada saat kebijakan ini dikeluarkan belum ada beban keuangan APBN. Akan tetapi sejak saat itu sampai obligasi rekap dilunasi (30 tahun lagi) pemerintah setiap tahunnya membebani APBN sebesar Rp 10 miliar untuk keuntungan Bank A. Dengan perkataan lain, direksi bank itu mendapat penempatan investasi yang sangat baik, karena tidak ada risiko, dan pendapatannya pun mengalir setiap saat? Masalahnya, apakah pemerintah cukup adil membebankan APBN sebesar bunga obligasi rekap setiap tahun (hampir Rp 100 triliun), yang berarti merupakan ongkos ketidaknyamanan yang harus diderita rakyat banyak. Sebab, andaikata uang itu dibelanjakan untuk membangun Sekolah Dasar (SD), atau untuk membangun sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), tentu sudah banyak yang bisa dibangun. Lebih jauh, utang pokok obligasi rekap tetap saja harus dibayar. Kapan? Jawabnya, wallahualam.
Alangkah kasihan nasib generasi mendatang. Mereka tidak menerima nikmatnya, tetapi harus membayar akibatnya? Apakah hal seperti ini adil?Dapat Dilunasi Sekarang kita harus mencari jalan agar obligasi rekap itu pokoknya bisa dilunasi. Dengan demikian bunga setiap tahunnya otomatis berhenti. Hal ini dimungkinkan karena dulu, ketika kebijakan obligasi rekap diambil untuk menolong permodalan bank-bank milik pemerintah, itu lebih banyak bersifat penyesuaian secara pembukuan saja (accounting solution), ketimbang keberadaan dana segar yang masuk ke kas perbankan. Di pembukuan bank yang menerima injeksi obligasi rekap, dicatat modal bertambah sebesar nilai obligasi rekap dan di pihak lain aset bank tersebut bertambah dan dicatat sebesar nilai obligasi rekap tadi. Sebab pada saat injeksi modal ke bank yang bersangkutan adalah hanya perlakuan catatan akunting saja, maka hal ini dari sudut pembukuan pemerintah dapat juga diselesaikan secara catatan accounting juga.
Untuk itu perlu dibuat Neraca Kekayaan Negara (NKN) yang menggambarkan aktiva dan pasiva negara. Pada sesi aktiva dicatat, aktiva keuangan dan aktiva fisik (nonkeuangan). Hal ini berarti kekayaan negara yang diperoleh karena penambahan penyetor modal pemerintah pada bank yang bersangkutan dengan mengeluarkan obligasi rekap dicatat sebagai aktiva keuangan berupa saham pemerintah pada bank yang bersangkutan. Di lain pihak untuk jumlah yang sama pada sisi pasiva, dicatat sebagai utang pemerintah semula nilai obligasi rekap, kepada para pemegang obligasi.
Untuk menyelesaikan masalah obligasi rekap ini, pemerintah memutuskan utang negara senilai obligasi rekap itu dijadikan dan dicatat sebagai Kekayaan Bersih dari negara. Pada saat yang sama, kepada para pemegang obligasi rekap diberikan semacam surat berharga atau kupon dengan nilai misalnya 1,2 x nilai nominal dari obligasi rekap, yakni berupa fasilitas bebas pajak. Kepada pemegang obligasi rekap diberi semacam berupa bebas pajak selama beberapa tahun dengan nilai 1,2 x nilai obligasi rekap. Dengan cara seperti ini pemerintah tidak harus melunasi obligasi rekap lagi, karena sudah terlunasi dengan kupon-kupon bebas pajak, dan itu berarti juga tidak lagi membayar bunga obligasi rekap lagi untuk seterusnya!

Rabu, 14 Januari 2009

OBLIGASI REKAP, BEBAN ANAK CUCU KITA

Untuk mengetahui asal usul obligasi rekap, sebaiknya kita mulai dari pertengahan tahun 1997 dimana Indonesia mulai dilanda krisis ekonomi, yang dipicu oleh melemahnya nilai tukar Baht Thailand. Dalam waktu singkat, ternyata rupiah juga terjangkit penyakit dari Thailand tersebut, dimana para investor asing melihat kesamaan fundamental ekonomi antara Indonesia dan Thailand yang sudah terlalu banyak memiliki hutang luar negeri.
Akibat pelarian modal ini, maka nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar amerika akibat ketidak seimbangan antara supply dan demand. Yang parah, ternyata krisis mata uang ini berkelanjutan di Indonesia sehingga terciptalah krisis ekonomi di segala bidang. Untuk itu maka pemerintah meminta bantuan IMF. Sebenarnya di sinilah kesalahan pemerintah Indonesia dalam melakukan diagnosa atas krisis yang dihadapi, sehingga jalan keluar yang dipilih juga salah. Saat itu, pemerintah menganggap pelarian modal tersebut semata mata akibat ketidak percayaan investor yang disebabkan oleh krisis Thailand, sehingga yang perlu dilakukan adalah memulihkan kepercayaan tersebut.
Untuk itu pemerintah mengundang masuk IMF dengan harapan lembaga internasional tersebut dapat memulihkan kepercayaan investor. Namun pemerintah tidak melihat bahwa akar permasalahan ketidak percayaan ini bukan hanya semata emosional investor akibat krisis di Thailand. Melainkan, ketidak percayaan investor ini memang disebabkan oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia sendiri yang tidak kokoh, dimana beban utang sudah sangat besar. Istilah yang digunakan oleh Kwik Kian Gie adalah Indonesia sudah mengalami kondisi over investment. Jadi, back up yang dilakukan dengan memanggil IMF dengan segala pinjaman siaga sebesar U$ 48 miliar sebenarnya tidak cukup.
Dalam diagnosa selanjutnya, beberapa saran diberikan oleh IMF agar dilakukan oleh pemerintah Indonesia seperti yang tercantum dalam Letter of Intent, dimana salah satunya adalah penutupan 16 bank. Nah di sinilah awal dari problema yang memunculkan obligasi rekap. Akibat salah perhitungan serta kurang siapnya pemerintah dalam melikuidasi 16 bank tersebut, dimana pada mulanya pemerintah tidak menjamin dana nasabah, telah memicu rush oleh nasabah pada sebagian besar bank lainnya. Akibat perbankan tidak memiliki dana cash, maka ambruklah system perbankan di Indonesia.
Guna mengatasi masalah likuiditas perbankan ini, maka Bank Indonesia memberikan dana pinjaman dalam bentuk KLBI dan BLBI, sehingga bank yang diserbu nasabahnya tetap dapat memenuhi kewajibannya. Namun demikian, tentu saja dana pinjaman tersebut harus dipertanggung jawabkan oleh perbankan itu sendiri. Akan tetapi, karena memang system perbankan sudah sangat kacau, dana BLBI tersebut tidak bisa dikembalikan. Akibatnya, pemerintah menanggung dana BLBI tersebut dengan mengeluarkan obligasi. Inilah penyebab pertama dari timbulnya permasalahan obligasi rekap.
Selain mengalami masalah likuidasi, system perbankan juga mengalami masalah kredit macet, akibat naiknya suku bunga hingga ke level 50%, yang mengakibatkan banyak debitor yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Adapun kenaikkan suku bunga yang sangat tinggi ini sebenarnya juga merupakan saran dari IMF, guna memperkuat nilai tukar rupiah. Memang, dalam text book ekonomi, nilai tukar rupiah suatu negara berkorelasi positif dengan suku bunga. Jika suku bunga dinaikkan, nilai tukar negara tersebut cenderunge menguat. Dan sebaliknya. Namun demikian, kebijakan ini memakan korban dimana bermunculanlah kredit macet. Akibat dari timbulnya kredit macet ini, maka banyak modal perbankan yang mengalami penurunan, bahkan negatif.
Untuk mengatasi kredit macet tersebut, maka pemerintah kembali mengeluarkan obligasi rekap. Prosedurnya, kredit macet yang berada pada sisi aktiva perbankan dikeluarkan dan diserahkan kepada BPPN, untuk disehatkan kembali. Dan untuk mengisi bolong pada sisi aktiva tersebut, maka pemerintah memasukkan obligasi rekap. Inilah penyebab kedua dari timbulnya permasalahan obligasi rekap.Untuk mempermudah pemahaman mengenai timbulnya obligasi rekap, berikut ilustrasi yang dilihat dari neraca perbankan yang sangat disederhanakan, seperti berikut ini:
Neraca sebelum proses rekapitulasi dengan obligasi :
Aktiva terdiri dari :
- Kas 200.000.000
- Kredit Macet 650.000.000
- Aset lainnya 150.000.000
Total aktiva 1.000.000.000
Pasiva terdiri dari :
- Dana masyarakat 550.000.000
- Utang BLBI 700.000.000
- Modal (250.000.000)
Total pasiva 1.000.000.000
Menghadapi hal tersebut, pemerintah melakukan dua cara penyehatan dengan obligasi yaitu :
- Membuat modal bank jadi positif dengan cara mengkonversi Utang BLBI ke dalam Modal.
- Mengeluarkan Kredit Macet ke BPPN dan mengisi kekosongannya dengan Obligasi rekap.
Dengan demikian neraca perbankan menjadi sebagai berikut :
Neraca setelah proses rekapitulasi dengan obligasi :
Aktiva terdiri dari :
- Kas 200.000.000
- Obligasi Rekap 650.000.000
- Aset lainnya 150.000.000
Total aktiva 1.000.000.000
Pasiva terdiri dari :
- Dana masyarakat 550.000.000
- Modal 450.000.000
Total pasiva 1.000.000.000
Dengan rekapitulasi obligasi rekap ini, diharapkan perbankan di Indonesia menjadi sehat kembali, dimana 2 indikator utama kesehatan bank terpenuhi. Pertama, CAR perbankan diharapkan menjadi positif atau bahkan mencapai tingkat 8%, dengan kembali positifnya modal perbankan. Kedua, dengan hilangnya kredit macet, tentunya NPL perbankan akan baik kembali.
Namun, sebenarnya metode penyehatan perbankan ini hanya make up saja dan tidak secara tuntas akan menyelesaikan masalah perbankan. Untuk itu, penerbitan obligasi rekap ini seharusnya tidak dimaksudkan untuk selamanya ada pada system perbankan. Suatu saat harus ditarik kembali.
Sayangnya, pemerintah berpikiran kebalikannya. Penerbitan obligasi perbankan yang tadinya dimaksudkan hanya sementara, dianggap dapat dilakukan selamanya. Bahkan pejabat IMF Hubert Neiss dan Stanley Fisher mengatakan penerbitan obligasi tersebut hanya sekedar keep the bank afloat. Apa yang tadinya diharapkan untuk sementara ternyata dijadikan selamanya. Oleh sebab itu, perlu suatu terobosan untuk segera mengatasi masalah obligasi rekap ini dari system perbankan. Jika tidak, ingatlah beban sebesar Rp 7.000 triliun rupiah yang harus ditanggung anak cucu kita di masa yang akan datang.

SEJARAH BANGSA ISRAEL

Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan nama Israel. Terutama setelah penyerangan besar-besaran ke Gaza. Sebenarnya siapa bangsa Israel itu?
Nama Yahudi barangkali diambil dari Yehuda. Yehuda adalah salah seorang putra nabi Yakub (Kejadian 29: 22) yang kemudian hari dijadikan nama salah satu kerajaan Israel yang pecah menjadi dua, setelah Solomon (Sulaiman) meninggal (1 Raja-Raja 12). Sedangkan nama Israel adalah nama yang diberikan Tuhan kepada Yakub, setelah Yakub memenangkan pergulatan melawan Tuhan (Kejadian 32:28). Karena dosa-dosanya yang sudah tidak termaafkan lagi, bangsa Israel ini dihukum oleh Tuhan dengan menghancurkan kerajaan yang mereka miliki (2 Raja-Raja 17:7-23).
Bangsa Yahudi sangat terobsesi oleh kitab suci mereka, bahwa hanya merekalah satu-satunya bangsa yang dipilih oleh Tuhan untuk menguasai dunia ini. Bukankah Tuhan juga yang menyatakan kepada nenek moyang mereka Ibrahim, bahwa dari keturunan Ibrahimlah Tuhan akan menurunkan raja-raja didunia ini. Bagi mereka, keturunan Ibrahim hanyalah anak cucu yang lahir dari Sarah, isteri pertama Ibrahim, sehingga keberadaan Ismael anak sulung Ibrahim dari Hajar, dianggap tidak ada. Atas kecongkakkan dan kesombongan ini, Tuhan murka kepada bani Israel. Beratus-ratus tahun mereka menjadi warga negara kelas kambing yang tertindas di negeri Firaun. Setelah Musa berhasil membawa mereka keluar dari Mesir, bangsa Israel sempat mempunyai kerajaan yang dibangun oleh Daud dan mencapai masa keemasannya ditangan Solomon. Kerajaan yang kemudian pecah menjadi dua karena intrik anak-anak Solomon, lalu menjadi lemah dan akhirnya mereka dijajah oleh Firaun Nekho (2 Raja-Raja 23:31-35). Diusir sebagai orang buangan oleh Nebukadnezar bangsa Babilonia (2 Raja-Raja 25:1-21). Dijajah oleh Romawi. Dimusnahkan oleh Nazi, Jerman. Kesemuanya itu adalah hukuman Tuhan, kepada bangsa yang oleh Yesus (Isa al Masih) disebut sebagai keturunan bangsa ular beludak (Matius 23:33). Hukuman tersebut tidak membuat mereka jera, dan bertobat. Malah menjadikan dendam kesumat dihati bangsa ini untuk melawan Tuhan, Allah Maha Pencipta.
Kecongkakkan mereka dengan menganggap diri sebagai bangsa pilihan Tuhan satu-satunya yang berhak memerintah dunia ini, membuat mereka dengan sombongnya bersumpah, untuk memerangi agama lain selain agama mereka dengan segala cara, persis ketika Iblis bersumpah kepada Tuhan untuk memperdayai anak cucu Adam, sampai dunia kiamat nanti. Tuhanpun memperingatkan ummat Islam, melalui Al-Quran untuk berhati-hati terhadap tipu daya Yahudi ini.
Pegangan mereka adalah kitab Talmud. Yang merupakan kitab setan, karena sangat jauh menyimpang, bahkan mungkin bertolak belakang dengan ajaran Taurat.
Nabi Daud AS, yang juga raja, menaklukkan bukit Zion yang merupakan benteng dari kaum Yabus. Nabi Daud AS tinggal di benteng itu dan diberinya nama: "bandar Daud" (Samuel II 5:7-9)
Sejak itu maka Zion menjadi tempat suci, dikeramatkan orang-orang Yahudi yang mereka percayai bahwa Tuhan tinggal di tempat itu: "Indahkanlah suaramu untuk Tuhan Yang menetap di Zion" (Mazmur 9:11).
Zionisme ialah gerakan orang-orang Yahudi yang bersifat ideologis untuk menetap di Palestina, yakni di bukit Zion dan sekitarnya. Walaupun Nabi Musa AS tidak sampai pernah menginjakkan kaki beliau di sana, namun orang-orang Yahudi menganggap Nabi Musa AS adalah pemimpin pertama kaum Zionis.
Untuk mencapai cita-citanya, Zionisme membangkitkan fanatisme kebangsaan (keyahudian), keagamaan dengan mempergunakan cara kekerasan untuk sampai kepada tujuannya. Zionisme memakai beberapa tipudaya untuk mengurangi dan menghilangkan sama sekali penggunaan kata "Palestina", yakni mengganti dengan perkataan-perkataan lain yang berkaitan dengan sejarah bangsa Yahudi di negeri itu. Digunakanlah nama "Israel" untuk negara yang telah didirikan oleh mereka, sebab Zionisme di Palestina identik dengan kekerasan, kezaliman dan kehancuran. Kaum Zionis mengambil nama Israel adalah untuk siasat guna mengelabui dan menipu publik, bahwa negara Israel itu tidak akan menggunakan cara-cara yang biasa digunakan oleh kaum Zionis. Pada hal dalam hakikatnya secra substansial tidaklah ada perbedaan sama sekali antara Israel dengan Zionisme. Israel sendiri berasal dari dua kata, isra mempunyai arti hamba, dan ell berarti Allah.
Secara substansial protokol Zionisme adalah suatu konspirasi jahat terhadap kemanusiaan. Protokol berarti pernyataan jika dinisbatkan kepada para konseptornya, dan berarti laporan yang diterima serta didukung sebagai suatu keputusan jika dikaitkan pada muktamar di Bale, Switzerland, tahun 1897, yang diprakarsai oleh Teodor Herzl.
.
Protokol-protokol itu yang sebagai dokumen rahasia disimpan di tempat rahasia, namun beberapa diantaranya dibocorkan oleh seorang nyonya berkebangsaan Perancis yang beragama Kristen dalam tahun 1901. Dalam perjumpaan nyonya itu dengan seorang pemimpin teras Zionis di rumah rahasia golongan Mesonik di Paris, nyonya itu sempat melihat sebagian dari protokol-protokol itu. Nyonya itu sangat trperanjat setelah membaca isinya. Ia berhasil mencuri sebagian dari dokumen rahasia itu, yang disampaikannya kepada Alex Nikola Nivieh, ketua dinas rahasia Kekaisaran Rusia Timur.
Sebagian kecil dari protokol-protokol Zionisme itu akan disampaikan seperti berikut:
Manusia terbagi atas dua bagian, yaitu Yahudi dan non-Yahudi yang disebut Joyeem, atau Umami. Jiwa-jiwa Yahudi dicipta dari jiwa Tuhan, hanya mereka sajalah anak-anak Tuhan yang suci-murni. Kaum Umami berasal-usul dari syaithan, dan tujuan penciptan Umami ini untuk berkhidmat kepada kaum Yahudi. Jadi kaum Yahudi merupakan pokok dari anasir kemanusiaan sedangkan kaum Umami adalah sebagai budak Yahudi. Kaum Yahudi boleh mencuri bahkan merampas harta benda kaum Umami, boleh menipu mereka, berbohong kepada mereka, boleh menganiaya, boleh membunuh serta memperkosa mereka. Sesungguhnya tabiat asli kaum Yahudi ini bukan hanya ada disebutkan dalam protokol dokumen rahasia Zionis tersebut, melainkan ini adalah warisan turun temurun sejak cucu Nabi Ibrahim AS dari jalur Nabi Ishaq AS ini mulai mengalami dekadensi (baca: busuk ke dalam), yaitu sepeninggal Nabi Sulaiman AS. Ini diungkap dalam Al Quran (transliterasi huruf demi huruf): QALWA LYS ‘ALYNA FY ALAMYN SBYL (S. AL ‘AMRAN, 75), dibaca: qa-lu- laysa ‘alayna- fil ummiyyi-na sabi-l (s. ali ‘imra-n), artinya: mereka berkata tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (3:75).
Protokol Zionisme tentang faham jiwa-jiwa Yahudi dicipta dari jiwa Tuhan, hanya mereka sajalah anak-anak Tuhan yang suci-murni, sangatlah menyimpang dari syari’at yang dibawakan oleh Nabi Musa AS. Mereka yang menyimpang inilah yang dimaksud dengan almaghdhu-b, artinya yang dimurkai dalam Surah Al Fa-tihah ayat 7.
Protokol-protokol Zionisme itu merancang juklatnya dengan menye-barkan faham-faham yang bermacam-macam. Faham yang mereka tebarkan berbeda dari masa ke masa. Suatu waktu mempublikasikan sekularisme kapitalisme, suatu waktu menebar atheisme komunisme, suatu waktu berse-lubung agnostik sosialisme. Untuk menebarkan pengaruh internasional, protokol-protokol itu antara lain berisikan perencanaan keuangan bagi kerajaan Yahudi Internasional yang menyangkut mata uang, pinjaman-pinjaman, dan bursa. Media surat kabar adalah salah satu kekuatan besar dan melalui jalan ini akan dapat memimpin dunia. Manusia akan lebih mudah ditundukkan dengan bencana kemiskinan daripada ditundukkan oleh undang-undang.
Pada tahun 1902 dokumen rahasia Zionis itu diterbitkan dalam bentuk buku berbahasa Rusia oleh Prof. Nilus dengan judul ‘PROTOKOLAT ZIONISME’. Dalam kata pengantarnya Prof. Nilus berseru kepada bangsanya agar berhati-hati akan satu bahaya yang belum terjadi. Dengan seruan itu terbongkarlah niat jahat Yahudi, dan hura-hura pun tak bisa dikendalikan lagi, dimana saat itu telah terbantai lebih kurang 10.000 orang Yahudi. Theodor Herzl, tokoh Zionis Internasional berteriak geram atas terbongkarnya Protokolat mereka yang amat rahasia itu, karena tercuri dari pusat penyim-panannya yang dirahasiakan, dan penyebar-luasannya sebelum saatnya akan membawa bencana. Peristiwa pembantaian atas orang-orang Yahudi itu mereka rahasiakan. Lalu mereka ber-gegas membeli dan memborong habis semua buku itu dari toko-toko buku. Untuk itu, mereka tidak segan-segan membuang beaya apa saja yang ada, seperti ; emas, perak, wanita, dan sarana apa saja, asal naskah-naskah itu bisa disita oleh mereka.
.
Mereka menggunakan semua pengaruhnya di Inggris, supaya Inggris mau menekan Rusia untuk menghentikan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi di sana. Semua itu bisa terlaksana setelah usaha yang amat berat.
Pada tahun 1905 kembali Prof. Nilus mencetak ulang buku itu dengan amat cepat dan mengherankan. Pada tahun 1917 kembali dicetak lagi, akan tetapi para pendukung Bolshvic menyita buku protokolat itu dan melarangnya sampai saat ini. Namun sebuah naskah lolos dari Rusia dan diselun-dupkan ke Inggris oleh seorang wartawan surat kabar Inggris ‘The Morning Post’ yang bernama Victor E.Mars dan dalam usahanya memuat berita revolusi Rusia. Ia segera mencarinya di perpustakaan Inggris, maka didapatinya estimasi tentang akan terjadinya revolusi komunis. Ini sebelum lima belas tahun terjadi, yakni di tahun 1901. Kemudian wartawan itu menterjemahkan Protokolat Zionis itu ke dalam bahasa Inggris dan dicetak pada tahun 1912.
Hingga kini tidak ada satu pun penerbit di Inggris yang berani mencetak Protokolat Zionis itu, karena kuatnya pengaruh mereka di sana. Demikian pula terjadi di Amerika. Kemudian buku itu muncul dicetak di Jerman pada tahun 1919 dan tersebar luas ke beberapa negara. Akhirnya buku itu diterjemah-kan ke dalam bahasa Arab, antara lain oleh Muhammad Khalifah At-Tunisi dan dimuat dalam majalah Mimbarusy-Syarq tahun 1950. Perlu diketahui, bahwa tidak ada orang yang berani mempublikasikan Protokolat itu, kecuali ia berani menghadapi tantangan dan kritik pedas pada koran-koran mereka, sebagaimana yang dialami oleh penerjemah ke dalam bahasa Arab yang dikecam dalam dua koran berbahasa Perancis yang terbit di Mesir.
Setelah melalui proses yang amat panjang akhirnya pada 14 Mei 1948 silam, kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya negara Israel. Dengan kemerdekaan ini, cita-cita orang orang Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia untuk mendirikan negara sendiri, tercapai. Mereka berhasil melaksanakan "amanat" yang disampaikan Theodore Herzl dalam tulisannya Der Judenstaat (Negara Yahudi) sejak 1896. Tidaklah mengherankan jika di tengah-tengah negara-negara Timur Tengah yang mayoritas menganut agama Islam, ada sekelompok manusia yang berkebudayaan dan bergaya hidup Barat. Mereka adalah para imigran Yahudi yang didatangkan dari berbagai negara di dunia karena mengalami pembantaian oleh penguasa setempat.
Sejak awal Israel sudah tidak diterima kehadirannya di Palestina, bahkan di daerah mana pun mereka berada. Karena merasa memiliki keterikatan historis dengan Palestina, akhirnya mereka berbondong-bondong datang ke Palestina. Imigrasi besar-besaran kaum Yahudi ini terjadi sejak akhir tahun 1700-an. Akibat pembantaian diderita, maka mereka merasa harus mencari tempat yang aman untuk ditempati. Oleh Inggris mereka ditawarkan untuk memilih kawasan Argentina, Uganda, atau Palestina untuk ditempati, tapi Herzl lebih memilih Palestina.
Herzl adalah The Founding Father of Zionism. Dia menggunakan zionisme sebagai kendaraan politiknya dalam merebut Palestina. Kemampuannya dalam melobi para penguasa dunia tidak diragukan lagi. Sederetan orang-orang terkenal di dunia seperti Paus Roma, Kaisar Wilhelm Jerman, Ratu Victoria Inggris, dan Sultan Turki di Istambul telah ditaklukkannya. Zionisme adalah otak dalam perebutan wilayah Palestina dan serangkaian pembantaian yang dilakukan Yahudi.
Dengan berdatangannya bangsa Yahudi ke Palestina secara besar-besaran, menyebabkan kemarahan besar penduduk Palestina. Gelombang pertama imigrasi Yahudi terjadi pada tahun 1882 hingga 1903. Ketika itu sebanyak 25.000 orang Yahudi berhasil dipindahkan ke Palestina. Mulailah terjadi perampasan tanah milik penduduk Palestina oleh pendatang Yahudi. Bentrokan pun tidak dapat dapat dihindari. Kemudian gelombang kedua pun berlanjut pada tahun 1904 hingga 1914. Pada masa inilah, perlawanan sporadis bangsa Palestina mulai merebak.
Berdasarkan hasil perjanjian Sykes Picot tahun 1915 yang secara rahasia dan sepihak telah menempatkan Palestina berada di bawah kekuasaan Inggris. Dengan berlakunya sistem mandat atas Palestina, Inggris membuka pintu lebar-lebar untuk para imigran Yahudi dan hal ini memancing protes keras bangsa Palestina.
Aksi Inggris selanjutnya adalah memberikan persetujuannya melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917 agar Yahudi mempunyai tempat tinggal di Palestina. John Norton More dalam bukunya The Arab-Israeli Conflict mengatakan bahwa Deklarasi Balfour telah menina-bobokan penguasa Arab terhadap pengkhiatan Inggris yang menyerahkan Palestina kepada Zionis.
Pada tahun 1947 mandat Inggris atas Palestina berakhir dan PBB mengambil alih kekuasaan. Resolusi DK PBB No. 181 (II) tanggal 29 November 1947 membagi Palestina menjadi tiga bagian. Hal ini mendapat protes keras dari penduduk Palestina. Mereka menggelar demonstrasi besar-besaran menentang kebijakan PBB ini. Lain halnya yang dilakukan dengan bangsa Yahudi. Dengan suka cita mereka mengadakan perayaan atas kemenangan besar ini. Bantuan dari beberapa negara Arab dalam bentuk persenjataan perang mengalir ke Palestina. Saat itu pula menyusul pembubaran gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan pembunuhan terhadap Hasan al-Banna yang banyak berperan dalam membela Palestina dari cengkraman Israel.
Apa yang dilakukan Yahudi dalam merebut Palestina tidaklah terlepas dari dukungan Inggris dan Amerika. Berkat dua negara besar inilah akhirnya Yahudi dapat menduduki Palestina secara paksa walaupun proses yang harus dilalui begitu panjang dan sulit. Palestina menjadi negara yang tercabik-cabik selama 30 tahun pendudukan Inggris. Sejak 1918 hingga 1948, sekitar 600.000 orang Yahudi diperbolehkan menempati wilayah Palestina. Penjara-penjara dan kamp-kamp konsentrasi selalu dipadati penduduk Palestina akibat pemberontakan yang mereka lakukan dalam melawan kekejaman Israel.
Tahun 1956, Gurun Sinai dan Jalur Gaza dikuasai Israel, setelah gerakan Islam di kawasan Arab dipukul dan Abdul Qadir Audah, Muhammad Firgholi, dan Yusuf Thol’at yang terlibat langsung dalam peperangan dengan Yahudi di Palestina dihukum mati oleh rezim Mesir. Dan pada tahun 1967, semua kawasan Palestina jatuh ke tangan Israel. Peristiwa itu terjadi setelah penggempuran terhadap Gerakan Islam dan hukuman gantung terhadap Sayyid Qutb yang amat ditakuti kaum Yahudi. Tahun 1977, terjadi serangan terhadap Libanon dan perjanjian Camp David yang disponsori oleh mendiang Anwar Sadat dari Mesir
.
Akhirnya pada Desember 1987, perjuangan rakyat Palestina terhimpun dalam satu kekuatan setelah sekian lama melakukan perlawanan secara sporadis terhadap Israel. Gerakan Intifadhah telah menyatukan solidaritas rakyat Palestina. Intifadhah merupakan aksi pemberontakan massal yang didukung massa dalam jumlah terbesar sejak tahun 1930-an. Sifat perlawanan ini radikal revolusioner dalam bentuk aksi massal rakyat sipil.
Adanya kehendak kolektif untuk memberontak sudah tidak dapat ditahan lagi. Untuk tetap bertahan dalam skema transformasi masyarakat yang menghindari aksi kekerasan, maka atas prakarsa Syekh Ahmad Yassin dibentuklah HAMAS (Harakah al-Muqawwah al-Islamiyah) pada bulan Januari 1988, sebagai wadah aspirasi rakyat Palestina yang bertujuan mengusir Israel dari Palestina, mendirikan negara Islam Palestina, dan memelihara kesucian Masjid Al-Aqsha. HAMAS merupakan "anak" dari Ikhwanul Muslimin karena para anggotanya berasal dari para pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin. Perlawanan terhadap Israel semakin gencar dilakukan dan mengakibatkan kerugian material bagi Israel berupa kehancuran pertumbuhan ekonomi, penurunan produksi industri dan pertanian, serta penurunan investasi. Kerugian lainnya yaitu hilangnya ketenangan dan rasa aman bangsa Israel.
Tidak ada manipulasi sejarah yang lebih dahsyat dari pada yang dilakukan kaum Zionis terhadap bangsa Palestina. Kongres Zionis I di Basle merupakan titik balik dari sejarah usaha perampasan tanah Palestina dari bangsa Arab. Namun hebatnya, para perampas ini tidak dianggap sebagai ”perampok” tetapi malahan dipuja sebagai ”pahlawan” dan bangsa Arab yang melawannya dianggap sebagai ”teroris” dan penjahat yang perlu dihancurkan.
Salah satu kunci untuk memahami semua ini ialah karena sejak Kongres I kaum Zionis sudah mengerti kunci perjuangan abad XX yakni: diplomasi, lobi, dan penguasaan media massa. Herzl sebagai seorang wartawan yang berpengalaman dengan tangkas memanfaatkan tiga senjata andal dalam perjuangan politik abad modern ini. Sejak Kongres I, dia sangat rajin melobi para pembesar di Eropa, mendekati wartawan, dan melancarkan diplomasi ke berbagai negara. Hasilnya sungguh luar biasa. Zionisme lantas diterima sebagai gerakan politik yang sah bagi usaha merampas tanah Palestina untuk bangsa Yahudi.
Tokoh-tokoh Yahudi banyak terjun ke media massa, terutama koran dan industri film. Hollywood misalnya didirikan oleh Adolf Zuckjor bersaudara dan Samuel-Goldwyn-Meyer (MGM). Dengan dominasi yang luar biasa ini, mereka berhasil mengubah bangsa Palestina yang sebenarnya adalah korban kaum Zionis menjadi pihak ”penjahat”.
.
Apakah anda tau siapa yang menguasai kantor-kantor berita seperti Reuter, Assosiated Press, United Press International, surat kabar Times dan jaringan telivisi terkenal dunia serta perusahaan film di Holywood? Semuanya adalah bangsa Yahudi. Reuter didirikan oleh Yahudi Jerman, Julius Paul Reuter yang bernama asli Israel Beer Josaphat. Melalui jaringan informasi dan media komunikasi massa inilah mereka menciptakan image negatif terhadap Islam, seperti Islam Fundamentalis, Islam Teroris, dan lain sebagainya. Demikian gencarnya propaganda ini, sampai-sampai orang Islam sendiri ada yang phobi Islam.
Edward Said, dalam bukunya Blaming The Victims secara jitu mengungkapkan bagaimana media massa Amerika menciptakan gambaran negatif bangsa Palestina. Sekitar 25 persen wartawan di Washington dan New York adalah Yahudi, sebaliknya hampir tidak ada koran atau TV Amerika terkemuka yang mempunyai wartawan Arab atau Muslim. Kondisi ini berbeda dengan media Eropa yang meskipun dalam jumlah terbatas masih memiliki wartawan Arab atau muslim. Dengan demikian laporan tentang Palestina di media Eropa secara umum lebih ”fair” daripada media Amerika.
Edward Said yang terkenal dengan bukunya Orientalism (Verso 1978), menguraikan apa yang dilakukan kaum Zionis terhadap bangsa Palestina merupakan praktik kaum Orientalis yang sangat nyata. Pertama, sejarah ditulis ulang, yakni Palestina sebelum berdirnya Israel ialah: wilayah tanpa bangsa untuk bangsa yang tidak mempunyai tanah air. Kedua, bangsa Palestina yang menjadi korban dikesankan sebagai bangsa biadab yang jadi penjahat. Ketiga, tanah Palestina hanya bisa makmur setelah kaum Zionis beremigrasi ke sana.